Originally appeared in Sinar Harapan
May 29, 2010Kaukus Myanmar DPR RI menyerukan semua pihak untuk memboikot dan tidak mengakui hasil pemilu Myanmar. Seruan ini tercantum dalam pernyataan sikap yang dikeluarkan ASEAN Inter-Parliamentary Myanmar Caucus (AIPMC) Jakarta Chapter, yang diterima SH, Kamis (27/5).
Dalam petisi yang ditandatangani Ketua Kaukus Myanmar Eva K Sundari dan 36 anggota DPR lain, Selasa (25/5), AIMPC menyebutkan bahwa pemilu yang diadakan bukan pemilihan “Fair and Free Election”. AIPMC juga menyatakan keberatan atas Undang-Undang Parpol Myanmar yang merampas hak politik Aung San Suu Kyi dan 2.100 tahanan politik dalam pemilu tahun ini.
Selanjutnya, AIPMC meminta pemerintah Indonesia menggunakan pengaruhnya atas pemerintah Myanmar agar menarik kembali undang-undang partai politik. AIPMC juga menuntut sikap tegas ASEAN terhadap “pembangkangan” rezim Myanmar dalam upaya penegakan ASEAN Charter.
“Kami berkomitmen menanyakan pada menteri luar negeri dan mendorong pemerintah untuk bersifat lebih aktif terhadap masalah yang terjadi di Myanmar, terutama yang berkaitan dengan pelanggaran hak asasi manusia,” ujar anggota DPR Dadoes Soemarwanto yang juga pendukung petisi tersebut saat ditemui di sela-sela diskusi bertajuk “Tolak Junta Militer Burma 2010!”.
Diskusi yang digelar di Kantor Imparsial, Jakarta, Kamis (27/5), itu menghadirkan Khin Omar, aktivis gerakan 8 Agustus 1988 di Myanmar.
Khin Omar yang sudah 21 tahun hidup dalam pengasingan di Thailand, menceritakan keadaan Myanmar di bawah rezim junta militer. Ia menyebut berbagai kekerasan dilakukan tentara, termasuk memerkosa anak di bawah umur, memperbudak rakyat dan pembunuhan semena-mena. Berdasarkan penuturan Khin hingga saat ini setidaknya sudah 2.200 aktivis yang ditahan.
“Dua puluh di antaranya adalah teman baik saya dan mereka harus menjalani 65 tahun penjara,” ujarnya.
Akibat tindakan junta militer, menurutnya sekitar lima ratus ribu penduduk hidup mengungsi di hutan-hutan wilayah timur Burma dan lebih dari 3.000 orang dipaksa pindah akibat pendudukan militer. Di samping itu, ia membeberkan sistem perundangan yang berlaku di Myanmar yang menyebabkan pemilu tidak akan bisa diadakan secara adil. Dalam undang-undang Myanmar disebutkan bahwa bila ingin mengikuti pemilu tahun ini harus mengakui konstitusi tahun 2008. Sementara konstitusi ini sendiri cacat hukum, karena menjamin kekuasaan militer dan memberikan 25 persen kursi parlemen kepada pejabat militer.
Khin mengkritik syarat keikutsertaan partai politik di Myanmar, di mana partai yang ingin mendaftar pemilu tidak boleh memiliki anggota yang sedang dipenjara. Dengan peraturan ini, otomatis partai Liga Nasional Demokrasi (NLD) yang menaungi Aung San Suu Kyi dan 500 anggota lainnya yang sedang ditahan tidak bisa ikut pemilu.
Tags: ASEAN, Bahasa Indonesia, IndonesiaThis post is in: News Clip
Related Posts