Originally appeared in Tribune News
May 28, 2010Khin Ohmar, Kordinator Burma Partnership, mengungkapkan, situasi sosial ekonomi Burma telah jatuh secara drastis dibawah kendali rezim militer. Ia melihat, pelaksanaan Pemihihan Umum yang akan digelar tahun ini bukanlah jalan keluar terbaik. Jumat (28/5/2010).
Sebelumnya, ia juga menegaskan, bahwa pemilu tersebut tidak akan memberikan pengaruh kebaikan apapun selama masih dibawah kendali junta militer.
“Tidak ada jaminan bahwa pelayanan kesehatan, pendidikan, serta layanan sosial Burma lainnya yang memburuk itu akan membaik dibawah sistem demokrasi palsu yang muncul dari pemilu ini,” ujarnya pada Tribunnews.com di sekretariat Imparsial, Jalan Slamet Riyadi, Matraman Jakarta, kemarin.
Gerakan demokrasi di dalam maupun di luar negeri telah nenyatakan bahwa mereka tidak menerima peta jalan menuju demokrasi yang dibuat rezim militer. Mereka masih berharap rezim militer membuka dialog politik yang sungguh-sungguh dan menghendaki agar rezim militer menunjukan tekad akan adanya rekonsiliasi nasional.
UU pemilu yang baru saja dikeluarkan junta militer yang dalam isinya jelas-jelas melarang para pemimpin oposisi terkuat untuk ikut pemilu, disinyalir merupakan upaya rezim militer tidak sungguh-sungguh menciptakan demokrasi sebenarnya yang merupakan cerminan perilaku bebas, adil dan kredibel.
Dengung suara penolakan terhadap rencana pemilihan umum di Burma, pun terus disuarakan berbagai kalangan baik di dalam maupun luar negeri Myanmar. Dukungan penolakan terhadap pemilu yang dipandang merupakan strategi dan upaya pengukuhan dan pelegalan rezim militer Myanmar tersebut juga disuarakan masyarakat Burma Partnership di Jakarta.
Tags: Bahasa Indonesia, Burma PartnershipThis post is in: News Clip
Related Posts